Selasa, 25 Agustus 2015

Perihal kita

Ada banyak hal yang ingin kusampaikan,
Ada banyak hal yang ingin kutuliskan.
Perihal dirimu,
Perihal diriku,
Perihal kita.

Tentang debar yang sering aku sembunyikan,
Tentang rintik air mata yang kadang tertahan
Tentang ketakutan menggebu yang tak ingin kusampaikan.

Dalam dekap pelukmu aku menangis
Bukan karena kesedihan, bukan pula akibat kebahagiaan
Beribu kata pun bahkan tak bisa menggambarkannya,

Sayang,
Bahkan terkadang aku terisak pelan dalam senyumku.
Senyum yang kau bilang bisa membuat mu hilang akal.
Saat itu aku akan terdiam menatap dalam matamu.
Berpegang erat pada kedua bola mata yang menatapku.

Mencari adanya kebahagiaan,
Mencari adakah ragu yang yang tersembunyi.

Minggu, 07 Juni 2015

Juni

Hai kamu,
disini aku tak ingin banyak berkata kata. Aku hanya ingin berbicara tentang apa yang kurasa.

Pada malam bulan Juni,
Entah sebab apa, semuanya mulai terbuka, kenangan, memori, pun senyum kecil tergambar jelas dalam kepala.

Apa kabarmu? Disini aku merindu. Bagaimana denganmu?
K-

Sabtu, 11 April 2015

Kepada raga yang terlelap

Teruntuk raga yang terlelap sunyi.

Malam ini ada sebuah hati yang merindu.
Malam ini ada sebuah hati yang menggebu.
Malam ini ada sebuah hati yang lirih membisikkan namamu dalam sepi.

Ia ingin mendamba pelukan.
Mendamba ciuman hangat lewat bibir setelah menyesap kopi.
Kopi hangat yang kau bilang dapat membuat mu terjaga.
Tetapi pada akhirnya kau terlelap sendiri.

Dan ia masih terjaga disini.
Berharap ketika esok pagi,
Dua raga yang lelap akan terbangun dalam nyata yang mesra, berdua.

Selasa, 07 April 2015

Jiwa

Tersenyum, menangis, tertawa.
Hanyalah sebuah topeng jiwa.
Agar tak nampak duka yang merana

Dan ketika jiwa menemukan waktunya
Maka yang ada hanyalah rahasia
Yang tak seorangpun bisa menebaknya

Tak ada. Bahkan diriku, atau dirinya.

Sabtu, 21 Februari 2015

Rela

Aku merelakan mu kasih,
merelakan ruang hatimu yang bahkan tak sempat kusinggahi.

Aku merelakan mu sayang,
merelakan genggaman tangan kita yang harus terlepas.

Aku merelakan mu kasih,
untuk kembali pada hati yang telah kau pilih

Aku merelakan mu sayang,
untuk berjalan sendiri menjemput mimpi

Aku merelakan mu kasih,
karena aku percaya aku bukanlah yang terbaik untukmu

Aku merelakan mu sayang
karena aku percaya kau akan kembali bersama janji

Tulisan ini kupersembahkan kepada sahabatku, dan saudara terbaikku.

Minggu, 01 Februari 2015

Pada pagi yang masih dini.

Aku mencoba menata kata demi kata dalam pikirku.
Menerjemahkan hal rumit yang bahkan tak dapat ku jabarkan.

Kau tahu apa yang membuatku begini?

Terjaga di pagi hari pertama februari.
Meski sunyi memelukku. Tapi pikirku ramai. Riuh berbunyi teriakan teriakan suara yang memanggil namamu.

Dalam sepi hati ku berdebar. Mengingat senyum yang menggantung di sudut bibirmu.
Mata yang tak pernah absen dari hal terfavorit yang menjadi bagian paling aku suka.

Aku tersenyum mengagumi bayangmu yang terlukis jelas pada langit kamar. Aku tersipu membayangkan saat jari kita tanpa sengaja saling bersentuhan.
Menghadirkan debar yang tak bisa ku kendalikan apalagi kuhentikan.

Pada pagi, aku bertanya dapatkah aku memelukmu esok hari?
Kemudian menjadikan tautan jari dan debar ini atas nama dirimu?

Rabu, 14 Januari 2015

Dapatkah aku?

Dapatkah aku percaya?
Ketika getar  mengetuk pertanda?

Dapatkah aku percaya?
Ketika mata menemukan peluknya?

Dapatkah aku percaya?
Ketika hati merindu senyumnya?

Dapatkah aku percaya?
Ketika darah mendesir namanya?

Dapatkah aku percaya?
Dan terjatuh untuk kesekian kalinya?